Nilai A pada STATISTIK
Lusa,
tepatnya rabu sore usai dari perkuliahan terakhir dan dilanjutkan dengan
diskusi dengan teman-teman, di pintu keluar teman-teman sudah ramai sekali
melihat papan pengumuman, dan bisa ditebak, aku pun ikut nimbrung, sebenarnya
apa sih yang terjadi, dan ternyata pengumuman nilai STATISTIK. Aku pun tak kalah penasaran dengan
nilai yang aku dapat, dan Alhamdulillah mendapatkan nilai A. ^__^
Ada
hal yang menarik dari nilai STATISTIK ini dibandingkan dengan perolehan hasil
evaluasi mata kuliah yang lainnya. Ada cerita tersendiri, ^__^
“Jika rejeki tak akan kemana, hal
yang terpenting yakni bukan seberapa besar ‘suatu hal’ namun jalan untuk
mengusahakan itu haruslah yang di Ridloi Allah, yang berkah”
Demikianlah
kira-kira hal yang sedang aku usahakan, flash
back tentang perkuliahan statistik ini, perkuliahan ini begitu menyenangkan
bagiku, banyak sekali ilmu yang aku dapatkan, dan setiap selesai satu topik,
dosen akan memberikan sebuah kuis. Alhamdulillah pada kuis pertama, kedua
mendapatkan nilai baik yakni 100, untuk kuis yang ketiga, mmm… kejadian ini
yang membuatku teringat hingga kini, membuatku banyak sekali berfikir, terutama
tentang membangun sebuah prinsip. Oke.. sebelum aku ceritakan, ada hal yang
perlu diketahui, setiap selesai kuis, hasil lembar jawaban langsung di korekasi
bergantian dengan teman, hasilnya langsung diketahui, dan di input oleh dosen nilai yang di peroleh,
begitulah setiap kuis berlangsung.
Hingga
pada kuis yang ketiga, seperti kuis-kuis yang sebelumnya, namun pada kuis kali
ini aku sedikit janggal, ada hal yang terlupakan, namun ketika nama ku disebut,
dan teman ku menyebutkan nilai ku sempurna 100, sedikit sangsi, belum sempat
kroscek dengan teman, dosen ku terburu-buru keluar ruangan karena terdapat
agenda. Hingga aku meminta lembar jawaban pada teman ku. Ketika itu tiba-tiba
badan ku gemetar, panas, seakan-akan tersambar petir, hehe… lebai dikit, haha..
bagaimana tidak, teman ku bilang “mba,
sebenarnya jawaban mba ada tanda yang kurang, dan tadi ada yang menanyakan
kalau salah, tapi aku benarkan”, masyaAllah….. seketika itu aku hanya diam
terpaku, begitu linglung rasanya, dan setelah aku cek lagi sebenarnya memang
nilai ku bukan 100 pada kuis ini, tapi 50. Setelah kejadian itu tak ada teman
atau orang terdekat yang aku ajak bicara soal ini, aku hanya merenung, terdiam,
dan berdialog dengan diri sendiri. Manusiawi, terdapat rasa “tak rela” jika
harus melepaskan nilai 100 berganti 50, siang malam tak bisa tidur, hingga
ingat cita-cita yang dari dulu benar-benar ku inginkan yakni, ingin mendidik
anak ku kelak dengan hal-hal ‘jujur’, bagaimanapun kondisinya, setidaknya pada
diri kita tidak memberikan sumbangsih untuk bersikap tidak jujur, teringat juga
‘jangan pernah gadaikan ilmu dengan sebuah nilai yang semu’, dan yang
bener-bener teringat yakni, ‘sedikit yang paling penting berkah’, terus menerus
berkecamuk di dalam fikiran ini, berkecamuk untuk melangkah atau diam saja,
rasanya malu sekali, mengapa begitu rapuh. Hingga akhirnya pada minggu depan,
pertemuan berikutnya, seusai perkuliahan aku merevisi nilai yang aku dapatkan,
dan masyaAllah, ini jelas jalan Allah, bertepatan diadakan ujian ulang untuk
nilai di bawah 70, tanpa persiapan sebelumnya aku langsung mengikuti ujian
ulang bersama beberapa teman yang lainnya. Setelah ujian seperti biasa,
dikoreksi bersama, dan masyaAllah ketika aku koreksi jawaban teman ku
mendapatkan permasalahan yang sama dengan ku sebelumnya, namun aku sudah
bertekad, maaf…aku tidak bisa membenarkan jawaban yang salah, aku sudah
bertekad, berusaha untuk jujur, meskipun aku sadar bahwa diri ini masih jauh
sekali dari baik, akhlak pun juga masih carut-marut, namun apakah menunggu
sempurnanya akhlak untuk sedikit saja berbuat meraih Ridlo Nya. Maaf kawan….
Sedangkan pada ujian ulang kali ini, Alhamdulillah mendapatkan nilai 100, nilai
yang aku usahakan untuk mendapatkan keRidloan Allah. insyaAllah..
Beberapa
minggu telah berlalu, dan tiba-tiba aku ingin share apa yang terjadi namun
ingin juga mengetahui apa pendapat dan pandangan dari beberapa orang terdekat. Lagi-lagi
hal mengejutkan terjadi, dari ketiga orang terdekat memiliki pendapat yang sama
yakni “itu rejeki, tidak perlu diklarifkasi”, ottoke? hahaha…
Satu
hal yang menjadi ganjalan untuk kejadian tersebut yakni “jika dengan penuh
kesadaran aku tau itu salah, tapi kenapa tidak mengklarifikasinya, bagaimana
nanti aku pertanggung jawabkan di akhirat, di mana tak dapat lagi kembali ke
dunia”, hal itulah yg membuat ku memberanikan diri untuk mengklarifikasi, telah
merelakan nilai ini atau itu, satu hal yang aku fikirkan yakni yang terpenting ‘berkah’,
Allah pasti ada jalan yang baik untuk kita.
‘Ilmu itu
lebih berharga, jangan gadaikan hal yang berharga dengan sesuatu yang semu’
Semoga
bisa istiqomah, aamiin ^__^
Comments
Post a Comment