Melihat dari sisi yang berbeda

Assalamualaikum wr.wb..

Selamat malam, ^__^



Kebiasaannya menulis di waktu pagi, ketika udara fresh, banyak hal yang ingin dituangkan, namun malam ini, ada hal yang ingin aku utarakan. Tentu saja, ketika menulis sesuatu ada hal yang melatarbelakanginya, begitu halnya dengan malam ini. Hal ini dipicu dengan kondisi tubuh yang mulai menurun, ada tanda-tanda sakit kambuh kembali. Mungkin juga bukan hal yang kebetulan ketika melihat pesan whatsapp di grup Odoj terdapat saudari yang melelang Juz nya dengan alasan tidak sempat ngaji karena sedang sibuk bekerja. Kejadian ini tiba-tiba mengingatkan ku pada seorang teman, mungkin jika kita melihatnya kita tak akan terlintas fikiran tersebut. Ketika ngobrol dia mengatakan bahwa untuk urusan dunia, dan hal remeh temeh, seperti jalan-jalan aja sempat, bagaimana mungkin untuk urusan dengan Allah tidak sempat. Selalu menyempatkan untuk mengaji. Memori ini membuatku untuk memutuskan mengambil Juz lelang. Teringat dengan apa yang dikatakan teman ku tadi meskipun badan sedang dalam kondisi yang tidak baik. Lagi, hal esensial yang merupakan sebuah jembatan dari peristiwa ini yakni kedekatan kita, keyakinan kita pada Allah. Hal ini terimplikasi kedalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam pembentukan karakter. Beberapa indikasi degradasi karakter yakni galau, cemas, gundah, dst. Hal ini pun merupakan indikator utama dalam hal kedekatan kita pada Allah. Demikan halnya ketika dalam masa kebimbangan, hal itu kentara sekali bagaimana kita menggigit kuat keyakinan itu, keyakninan pada Yang Maha Kuasa. 



Lagi-lagi, mungkin ini juga bukan hal yang kebetulan, aku yakin, begini..tidak sengaja membaca salah satu status teman di facebook tentang jodoh, nah…ini aku dalam kondisi ini juga, hehe.. namun ada hal yang kurang sreg dalam status tersebut, meski aku hal tersebut merupakan realita yang terjadi dimasyarakat saat ini, hal yang banyak terjadi, namun ada hal esensial yang tak bisa untuk dihilangkan. Status tersebut kurang lebih demikian seorang pria dalam memilih pasangannya cenderung menginginkan kecantikan dan ahlak yang baik, tidak perlu untuk berpendidikan tinggi, sedangkan seorang wanita dalam memilih pasangannya cenderung melihat dari sisi kemapanan pria tersebut disamping syarat yang utama yakni faktor agama. Realistis sekali hal ini. Lagi, dan lagi teringat obrolan dengan teman-teman, ketika itu aku sempat dibercandain berkaitan dengan hal fisik, aku mah santai aja, namun teman ku yang lain langsung menanggapi demikian “jika memang kita bisa memilih, kita tentunya ingin diciptakan sesempurna mungkin, sayangnya tak bisa, itu sudah dicetak (ditetapkan)”. Jika dikaitkan dengan kriteria pria kebanyakan yang menentukan calon istrinya, wah..subhanallah..rasanya ada hal yang aneh di hati ini, terutama yang berkaitan dengan segi fisik. Tidak.. sama sekali tidak salah dengan keinginan tersebut, seseorang selalu ingin mendapatkan yang terbaik. Bukan juga Karena diri ini memiliki tampang yang pas-pasan, bukan, bukan itu. Entahlah, bagaimana dengan mendefinisikannya, aku sendiripun juga tidak tahu. Faktor fisik, yah..demikianlah. Bagiku, memiliki tampang sederhana bukanlah hal yang memalukan, sama sekali tidak, malah sangat bersyukur, hal ini merupakan ujian bagi calon suami ku kelak bagaimana dia melihat dari sisi yang berbeda, bukan karena ingin diterima fisik apa adanya, namun lebih dari itu, esensi pemahaman, tentang ciptaan Allah, esensi bahwa ada hal-hal yang tak dapat kita rubah, tak memiliki keuatan sedikit pun, esensi bahwasannya ada hal lain yang dapat diupayakan oleh manusia, yakni karakter. Karakter ini bisa diusahakan, karakter ini diperoleh dengan kerja keras, karakter ini yang mampu dibangun, inilah esensi yang sebenarnya. Melihat dari sisi yang berbeda. Demikianlah..



Pembahasan tentang perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi, aku pribadi kurang menyetujuinya, benar, hal yang paling esensial adalah akhlahnya, namun, apakah salah jika perempuan berakhlah baik dan berpendidikan tinggi ? Teringan dengan 'quote' dian sasto "Entah pada akhirnya wanita memilih berkarir atau ibu rumah tangga, dia harus berpendidikan tinggi, karena wanita merupakan sekolah pertama untuk anaknya kelak", berpendidikan tinggi juga tak melulu didentikan dengan gelar kesarjanaan, namun lebih dari itu, seorang wanita harus memiliki keinginan yang kuat untuk terus belajar, terus tumbuh dan berkembang, melalui dia, pendidikan generasi penerus ditentukan, melalui baik buruknya seorang wanita. Satu generasi wanita baik, akan menumbuhkan generasi yang baik, generasi yang menjanjikan, demikianlah....

   

Comments

Popular posts from this blog

Parenting : Bagaimana jadi emak rempong yang sabar ?

Pecah ketuban dini